Rabu, 18 November 2009

Menjadikan Cinta sebagai Etika Beragama

Judul : Wajah Cinta Islam dan Kristen: Sumbangan Etika Religius Judul asli : Love in Christianity and Islam: A Contribution to Religious Ethics Penulis : Mahnaz Heydarpoor Penerbit : Penerbit Arasy, PT. Mizan Pustaka Cetakan : I, Maret 2004 Tebal : 168 hal. Diakui atau tidak, sejarah kelam hubungan antar agama yang penuh dengan kebencian dan permusuhan berdampak pada tumbuhnya stereotip dan prasangka antar pemeluk agama. Penaklukan Semenanjung Iberia oleh kaum Muslim, Perang Salib, jatuhnya Konstantinopel, hingga imperialisme Barat pada abad ke-19 dan ke-20, telah menyisakan benih-benih kebencian dan permusuhan tersebut. Benih konflik dan permusuhan inipun berlanjut hingga sekarang seperti di Timur Tengah yang masih saja bergolak antara Islam Palestina dan Yahudi Israel, di Irlandia Utara antara kaum Katolik dan kaum Protestan, perselisihan umat Hindu dan umat Muslim di India. Bahkan sejak peristiwa 11 September, perang global melawan terorisme yang disponsori Amerika Serikat berdampak pada situasi chaos di negara-negara Islam seperti Afganistan dan Irak. Meskipun banyak dibantah, perang melawan terorisme ini masih banyak menyimpan prasangka “benturan antar peradaban” yang puluhan tahun lalu pernah digembar-gemborkan Samuel Huntington. Meskipun banyak hal yang tidak menguntungkan dan patut disesalkan, toh masih banyak aspek positif yang dapat digali dari sejarah hubungan antar agama dan peradabannya masing-masing. Kita tidak mungkin melupakan berbagai sumbangan masing-masing agama dan peradabannya terhadap khasanah kekayaan intelektual dan kultural saat ini seperti dalam seni, arsitektur, filsafat, kedokteran, ilmu pengetahuan alam, sosial, matematika, kesusastraan, dan lainnya. Berbagai kesesuaian dalam bidang teologi diantara agama-agama juga sangat kurang diminati dan dipelajari. Para penganut agama seolah bersikap apatis, tidak mau tahu, dan cenderung menganggap agamanya yang ‘benar’. Padahal dengan adanya usaha untuk saling mengenal agama-agama, diharapkan akan tumbuh rasa saling mengerti dan memahami perbedaan yang ada. Jika ini tercapai, manusia bisa hidup damai tanpa harus setiap saat diliputi kecurigaan dan prasangka. Buku Wajah Cinta Islam dan Kristen: Sumbangan Etika Religius ini ditulis dengan semangat untuk menumbuh suburkan dialog antar agama, khususnya antara agama Kristen dan Islam. Buku yang berjudul asli Love in Christianity and Islam: A Contribution to Religious Ethics ini adalah karya seorang ilmuwan muda Syi’ah berkebangsaan Iran, Mahnaz Heydarpoor. Ia lulus sebagai sarjana dari universitas Qum Iran yang termasyhur itu dan kemudian melanjutkan studi di universitas Metropolitan Manchester, Inggris. Buku ini merupakan salah satu bagian dari tema desertasinya tentang etika agama dan pokok-pokok cinta dalam agama Islam dan Kristen. Dalam buku ini Mahnaz menuangkan segala pemahamannya tentang pokok-pokok ajaran Kristen yang tidak hanya didapatnya dari buku-buku literatur, melainkan juga bersentuhan langsung melalui pergaulannya dengan umat Kristen dari bermacam kelompok dan latar belakang yang berbeda. Hal inilah yang membuat analisanya tentang cinta dalam agama Kristen terasa sangat mendalam dan begitu ilmiah. Di sisi lain, karena pengetahuan keislamannya yang luas, penggambarannya tentang sentralitas cinta dalam Islam juga sangat kaya dan inspiratif. Dalam etika Kristen, kebajikan secara umum diformulasikan menjadi tujuh prinsip. Empat prinsip pertama adalah kebajikan alami meliputi kebijaksanaan, kesederhanaan, keberanian dan keadilan. Sedang tiga prinsip selanjutnya berkaitan dengan kebajikan teologis, seperti iman, harapan, dan cinta kasih. Di antara tiga kebajikan teologis yang terakhir ini yang paling besar dan utama adalah prinsip cinta kasih. Dalam agama Kristen, cinta menjadi tolok ukur yang menentukan. Begitu banyak kewajiban yang harus diperhatikan sekaligus ditunaikan dalam agama, tetapi prioritas harus diberikan pada cinta. Sedemikian pentingnya cinta, sampai-sampai Yesus sendiri dalam ajarannya menekankan hukum yang paling utama, di antara sekian banyak hukum yang ada, adalah mencintai Tuhan dan mencintai sesama manusia. Manusia dalam hal ini tidak terbatas pada sejumlah kelas atau kelompok manusia tertentu bahkan telah melampaui batas-batas sosial dan agama. Konsep cinta juga adalah salah satu konsep paling penting dalam filsafat, teologi, mistisisme, dan etika Islam, bahkan dalam beberapa aspek, cinta berperan paling penting. Cinta menduduki peran terpenting dalam mendefinisikan pandangan Islam tentang hubungan antara Tuhan dan seluruh alam semesta pada umumnya, dan antara Tuhan dan manusia pada khususnya,. Bahkan kedudukan cinta sejajar beriringan dengan iman, sebagaimana diriwatkan dalam hadis Nabi: ‘Iman adalah cinta, dan cinta adalah iman’. Dengan kata lain, iman ada hanya ketika seseorang mencintai keyakinan agama dan bukan hanya mengetahuinya. Salah satu aspek cinta dalam Islam adalah cinta dianggap sejajar dengan ’kebencian karena Allah’. Seseorang harus mencintai sesuatu karena Allah dan membencinya karena Allah. Dan bila menyangkut hubungan antar sesama manusia, maka cinta yang ada haruslah bersifat rasional dan masuk akal, yaitu cinta yang melibatkan kebaikan dan kepentingan umat manusia dan tidak terbatas pada sejumlah orang saja. Baik agama Kristen dan Islam memandang cinta sebagai gagasan pokok dalam agama. Dalam kedua agama ini, cinta kepada Tuhan bersifat universal. Ia dilaksanakan oleh semua makhluk, dan cinta ini meluas kepada sesama manusia tanpa memandang latar belakang agama dan sosialnya. Para penganut agama yang telah mengecap manisnya cinta dengan sendirinya akan mengeliminasi bahkan melenyapkan sama sekali apapun yang bersifat stereotipe dan kebencian terhadap umat manusia apapun agamanya. Buku mungil ini dapat menjadi jembatan bagi terciptanya rasa saling menghargai dan memahami khususnya di antara umat Islam dan umat Kristen. Cinta yang digali dari kedua tradisi agama tersebut dapat menjadi obat mujarab bagi luka lara yang diwariskan oleh berabad-abad kebencian dan kesalahpahaman dalam hubungan di masa lalu. Di atas landasan cinta itu pula dapat dibangun kehidupan umat manusia yang plural tanpa menjadikan perbedaan sebagai ancaman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar