Sabtu, 28 November 2009

Menapaki Bisnis di Jalan Tuhan

Judul : Mengubah Tidak Mungkin Menjadi Mungkin: Pengalaman Berbisnis dengan Sandaran Al-Quran Penulis : Basuki Subianto Penerbit : Al-Bayan, PT. Mizan Pustaka Cetakan : I, Oktober 2004 Tebal : 264 hal. Dunia bisnis oleh sebagian orang seringkali diidentikkan dengan dunia yang penuh persaingan, yang setiap saat antara pelaku bisnis bisa saja saling menjatuhkan. Berbagai carapun dilakukan agar para pesaingnya tidak bisa berkembang. Intrik dan permainan kotor adalah hal biasa yang bisa saja terjadi dalam dunia bisnis. Tak heran, orang-orang yang berjibaku didalamnya, mau melakukan segala usaha agar tujuannya tercapai. Prinsip ekonomi menjadi visi dan misi mereka, tak peduli jalan yang harus dilalui apakah dibenarkan atau tidak oleh etika dan aturan yang ada. Pertanyaannya sekarang, apakah memang demikian dalam menjalankan bisnis harus melakukan cara-cara yang dari segi norma, etika, dan lebih-lebih oleh agama sangat tidak dianjurkan? Tidak adakah bisnis yang lebih bermanfaat, baik secara sosial, ekonomi, dan etika, yang dapat mengantarkan para pelakunya mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat? Tidak sedikit pebisnis yang justru dengan idealisme dan kesadaran yang dimilikinya, sebagai makhluk yang tidak bisa hidup sendiri dan juga sebagai makhluk Tuhan, berani menentang arus yang selama ini terbiasa dan menjadi hal biasa dalam dunia bisnis. Mereka yang disebut oleh Gay Hendricks sebagai orang-orang suci. Orang yang dengan beraninya berperilaku jujur dan lurus di perusahaan-perusahaan. Mereka sangat menjunjung tinggi etika dan nilai-nilai spiritual. Mereka tidak sekedar “memainkan” uangnya, melainkan juga hati dan jiwa mereka dalam bekerja (The Corporate Mystic, 1996). Di jaman yang penuh persaingan ini, memang dituntut kepekaan dalam membaca dan menganalisa setiap perkembangan yang ada termasuk dalam dunia bisnis. Baik itu membaca setiap peluang dan kesempatan pasar dalam menetapkan strategi pemasaran (marketing plan), hingga pengambilan kebijakan dalam berinvestasi dan mengembangkan usaha baru serta memunculkan inovasi dalam pengembangan produk baru. Mereka yang tergambar sebagai penentang arus dalam dunia bisnis ini, adalah orang yang dianugerahi intuisi tajam. Orang menyebutnya sebagai indra keenam atau wangsit Illahi (bisikan Tuhan). Dari intuisi ini, seorang pebisnis bisa mengambil keputusan tepat dalam memilih orang yang cocok untuk dilibatkan dalam mengorganisasi gerak perusahaan, menjalankan visi, dan berkomitmen dalam kemajuan. Lewat intuisi pulalah seseorang bisa mengambil keputusan, kapan “memainkan” uangnya untuk berinvestasi dan memulai berbisnis. Pada dasarnya setiap orang memiliki intuisi ini, akan tetapi kualitasnya berbeda satu dengan lainnya. Tergantung setiap orang untuk mau dan terus-menerus mengasah dan mempertajam intuisinya. Makin tajam intuisi seseorang, keputusan yang diambil dipastikan memuat “kebenaran” dan terarah. Hal inilah yang melecut semangat seorang Basuki Subianto, mantan wartawan media cetak nasional, untuk memberanikan diri mengubah haluan dari jalur yang selama ini ia tekuni. Basuki Subianto, lewat bukunya yang berjudul Mengubah Tidak Mungkin Menjadi Mungkin: Pengalaman Berbisnis dengan Sandaran Al-Quran ini, berusaha mengungkapkan fakta-fakta yang selama ini dianggap tidak mungkin oleh kebanyakan orang. Menurutnya, dalam menjalankan bisnis tidak selamanya harus ‘abu-abu’ bahkan cenderung serba ‘gelap’. Harus ada cahaya penerang yang menuntun setiap gerak pebisnis dalam menjalankan usahanya. Basuki Subianto sendiri adalah seorang anak petani yang merantau ke Surabaya pada masa revolusi. Pengetahuan agamanya terbatas, sekedar mendengar ceramah agama di masjid, radio dan pendidikan sekolah umum. Ia mulai meretas jalan hidupnya saat ia duduk dibangku kuliah semester dua, ketika ia memasuki dunia kewartawanan di kampus. Dedikasinya yang tinggi pada dunia pers mengantarkannya menjadi bagian dari “tim sukses” berbagai media cetak di tanah air. Posisi wartawan hingga pemimpin redaksi, pernah dinikmatinya. Di dalam buku ini, Basuki Subianto ingin berbagi pengalaman sebagai orang yang berani mengambil resiko, mempertaruhkan pekerjaan mapan yang ia geluti selama lebih 17 tahun di dunia bisnis surat kabar. Dalam dunia bisnis, tidak ada satu keputusan yang tidak mengandung resiko. Manusia diberi akal untuk menganalisis kemungkinan risiko itu agar tidak merugi. Tujuannya satu, ia ingin membuktikan prinsip esensial Al-Quran dalam berbisnis. Buku pertama Robert T. Kiyosaki berjudul Rich Dad Poor Dad turut memberi andil dalam mempengaruhi dirinya untuk mengambil resiko beralih haluan menjadi pengusaha. Buku Kiyosaki ini memang membakar semangat sekaligus memprovokasi siapapun. Kiyosaki seolah-olah berseru: berhentilah menjadi karyawan, beralihlah menjadi pengusaha. Sebagai pengusaha, penghasilan jelas akan menjadi lebih besar dan sekaligus memiliki perusahaan. Sungguh gambaran yang menggiurkan!. Bagian terpenting dari buku Basuki Subianto ini adalah spirit yang terkandung dibalik peristiwa pengunduran dirinya dari jajaran direksi Kompas, tempat ia bekerja selama ini. Saat itulah ia memperkenalkan konsep Impossibility Quotient (ImQ) sebagai alasan pengunduran dirinya. Sebuah konsep yang berbeda dengan konsep kecerdasan pendahulunya, seperti IQ, EQ dan SQ, namun ImQ ini menaungi dan melengkapi ketiganya. Sebuah konsep yang menjelaskan betapa pancaindra manusia sangat terbatas. Apa yang menurut manusia mungkin terjadi, ternyata tidak. Dan, yang tidak mungkin menurut manusia, bisa saja terjadi. Impossibility Quotient (ImQ) adalah strategi untuk memaksimalkan kecerdasan manusia dalam mencapai tujuan. Caranya tidaklah cukup dengan pancaindra, namun harus juga digerakkan dengan hati yang bersih. Apa yang tidak mungkin oleh pancaindra, menjadi mungkin hanya dengan hati yang bersih. Demikian juga sebaliknya. Alhasil, intuisi kita terus mengalir mengikuti kata hati, mencari kebenaran, hingga menemukan kebenaran hakiki. Konsep ImQ inilah yang menjadi pegangannya, sekaligus mematahkan pemikiran Kiyosaki, yang menganggap menjadi pengusaha hanya semata untuk mencari uang dan uang saja (kebahagiaan lahir). Buku ini lebih tepat disebut sebagai buku biografi-kontemplatif, karena dalam buku ini Basuki Subianto memaparkan berbagai pengalamannya semenjak ia mulai menekuni dunia jurnalistik hingga berputar 180 derajat menjadi pengusaha real-estate. Dari pengalamannya menimba ilmu hikmah dari sang guru, ia menyebutnya sebagai ”bapak Ustad”, seorang ulama yang pernah berbisnis tetapi kemudian memutuskan kembali ke dunia pesantren, hingga pengalamannya sendiri dalam bergelut dengan dunia bisnis. Istimewanya, semua pengalaman berbisnis yang termuat dalam buku ini, adalah hasil perenungan dan proses justifikasi akan kebenaran Al-Quran dan sangat cocok sebagai bahan perenungan bagi para pelaku usaha atau siapapun juga, tak peduli agama dan keyakinan yang dianutnya. Buku ini ingin mengingatkan tentang keseimbangan hidup baik di dunia maupun di akhirat kelak, agar siapapun kita senantiasa mengasah intuisi dengan berperilaku jujur, berbagi dengan sesama, dan dengan hati yang bersih. Dan ImQ adalah strategi mengambil hikmah Al-Quran untuk mendapatkan cahaya dalam kegelapan, tidak hanya dunia bisnis, tetapi untuk semua kehidupan ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar